First Adsense

Hujan

"Hujan adalah bagian dari siklus hidrologi."

"Hujan terjadi setelah proses kondensasi dari awan yang semakin besar untuk menjadi awan hujan."

"Hujan adalah tetesan air yang jatuh dari langit lapisan pertama atmosfer yang disebut stratosfer."

"Hujan adalah air rintik-rintik yang jatuh dari langit."

"Hujan adalah sumber penghidupan makhluk di bumi."

"Hujan adalah kumpulan duka dari manusia-manusia sendu."

Hujan adalah pasukan air yang berebutan untuk membasahi tanah.

Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa hujan adalah 1% air dan 99% kenangan, duka, lara, sedih, dan sejenisnya. Ada pula yang beranggapan bahwa hujan adalah 99% air dan sisanya adalah drama dari setiap manusia yang mengalami kehujanan. Bahkan imajinasi liar manusia bisa menghasilkan karya dari datangnya hujan. Lagu, puisi, teknologi, bahkan bualan kosong manusia bisa hadir akibat dari hujan. Itulah sosok hujan sebagai objek dari makhluk yang merasakannya. Hujan adalah penghias dari pagi, siang, sore, maupun malam di bulan Desember hingga Februari.

Hujan adalah saksi bisu patahnya hati seorang manusia yang kehilangan orang terkasihnya. Hujan pula menjadi sosok yang melihat pemotor yang menangis sendu meratapi nasib buruknya. Banyak pejuang mimpi yang terpatahkan impiannya di bawah guyuran air hujan. Anak-anak asyik bermain dengan temannya ketika hujan deras. Hujan adalah mata ketiga dari individu yang berjalan tanpa sepatah kata. Bahkan, hujan adalah teman dari perjuangan hidup banyak manusia. 

Banyak orang menganggap hujan adalah musuh karena (menurut mereka) hujan adalah pemicu banjir tahunan yang melanda daerah mereka. Tak sedikit pula yang rindu akan kehadiran hujan manakala kekeringan melanda negeri mereka. Tak hanya manusia, hewan dan tumbuhan (nampaknya) menyukai kehadiran hujan. Lalu menurutmu apakah hujan adalah anugrah atau bencana? Akupun tak tahu, tapi dari hujan, aku belajar banyak hal. Hujan adalah manifestasi banyak sifat manusia. Rindu, benci, senang, gembira, galau, sendu, merana, bahagia, adalah teman dari pengamatanku terhadap hujan. Hujan tentunya nikmat dan pastinya jadi ladang sambat karena harus menghambat kelancaran dari perjalanan serta menambah pekerjaan rumah karena atap bocor ataupun lingkungan sekitar rumah menjadi becek. Hujan menyimpan ribuan kisah romantis antara aku dengannya. Terima kasih hujan, salah satu peristiwa indah yang menjadi bumbu kehidupan banyak orang.

Lirik Lagu Duka-Last Child

 Kau membunuhku dengan kepedihan ini

Kau hempaskanku kedalam retaknya hati
Hingga air mata tak mampu
Tuk melukiskan perih
Yang kau ukir dalam hati ini
Kau hancurkan diriku saat engkau pergi
Setelah kau patahkan sayap ini
Hingga ku takkan bisa
Tuk terbang tinggi lagi
Dan mencari bintang
Yang dapat menggantikanmu
Sampai kini masih kucoba
Tuk terjaga dari mimpiku
Yang buatku tak sadar
Bahwa kau bukan lagi milikku
Walau hati tak akan pernah
Dapat melupakan dirimu
Dan tiap tetes air mata
Yang jatuh kuatkan rinduku
Pada indah bayangmu canda tawamu
Pada indahnya duka dalam kenangan kita
Kau hancurkan diriku saat engkau pergi
Setelah kau patahkan sayap ini
Hingga ku takkan bisa
Tuk terbang tinggi lagi
Dan mencari bintang
Yang dapat menggantikanmu
Sampai kini masih kucoba
Tuk terjaga dari mimpiku
Yang buatku tak sadar
Bahwa kau bukan lagi milikku
Walau hati tak akan pernah
Dapat melupakan dirimu
Dan tiap tetes air mata
Yang jatuh kuatkan rinduku
Pada indah bayangmu canda tawamu
Pada indahnya duka dalam kenangan kita
Sampai kini masih kucoba
Tuk terjaga dari mimpiku
Yang buatku tak sadar
Bahwa kau bukan lagi milikku
Walau hati tak akan pernah
Dapat melupakan dirimu
Dan tiap tetes air mata
Yang jatuh kuatkan rinduku
Pada indah bayangmu canda tawamu
Pada indahnya duka dalam kenangan kita

Draf

 "Priiiittt.. priiittt..." Remaja kuning langsat dengan tinggi semampai itu nampak bermesraan dengan peluit kesayangannya. Peluit dengan bentuk bola basket berwarna merah bata yang agak memudar dimakan sinar mentari itu adalah kawan setianya dikala bekerja sebagai tukang parkir. "Kiri... kiri... lurus dikit, Mas. Yaa sudah pas", "Helmnya taruh di situ aja mas". Ia adalah tukang parkir yang teliti. Dimasukkannya helm motor yang telah diparkir ke dalam tas kresek hitam agar tidak basah terkena hujan. Dia adalah 

Draf

"Bruuk". Suara tubuh yang dijatuhkan ke kasur dengan dipan yang berusia lebih tua dari era reformasi menjadi prolog dari kisah perempuan bernama Dina. Sembari menjatuhkan melamun di atas kasur, ia mengatur nafas tanda kelelahan akibat kerja lemburnya sebagai streamer platform online Kelap-kelip lampu tidur ia nyalakan setelah Dina menyebutnya istana. Ruangan berukuran 3.5 x 3.5 meter dengan plafon tanpa cat dan sebuah kipas angin usang yang sangat pantas disebut rongsokan. Bisa dibilang istana Dina adalah tempat paling menyenangkan di dunia. Mulai dari melamun, makan, tidur, mengangkat telepon untuk berbincang dengan teman-temannya sampai bermain game komputer maupun gawai. 

Yaaaaa

 "Sesusah itu ya mencari senyum yang tulus kek biasanya?" Nanda mengernyitkan dahi karena pertanyaan yang menurutnya sederhana itu belum terjawab. Lia, temannya yang muncul setelah menjalin hubungan dengan orang terkasih, adalah gerangan yang membuat Nanda bertanya-tanya. "Apa bener orang itu perlu banyak topeng untuk tetap bertahan? Haruskah semua yang ada harus terukur dan masuk ke nalar?" Seperti biasa, berpusing-pusing ria dengan pertanyaan aneh adalah kebiasaan Nanda yang 29 tahun ini ia lakukan.

Nanda adalah salah satu dari sekian banyak manusia yang kehilangan senyum tulusnya. Dicabik oleh orang yang mendekatinya hanya untuk mengorek ilmunya, lalu pergi dengan pengkhianatan pada ujungnya. Dilukai oleh orang tua yang secara pola pikirpun sudah amat kolot dan keras kepala, sampai-sampai perang dunia akan pecah ketika perdebatan orang tua dan anak ini tercipta. Lebih parahnya, Nanda sudah kehilangan hasrat untuk mencinta, walaupun hatinya memang teramat butuh cinta. "Sesimpel senyum saja, akupun tak bisa tulus melakukannya. Apakah ini yang dinamakan putus asa?". 

"Karena dia telah kehilangan ayah ibunya, aku bertekad untuk tetap menjalin hubungan dengannya, disamping banyak momen yang membuatku untuk tetap mencinta." Mahda mengungkapkan alasannya untuk tetap menjalin cinta dengan Ria, gadis asal Marijoa yang sudah ia cintai sejak ia masih remaja. "Bahkan ketika ada masalahpun, aku selalu teringat akan perjuangannya ketika memberiku baju batik yang indah. Aku memang mudah tersentuh ketika menerima hadiah." Senyum merekah ketika Mahda memberikan detail atas kisah cintanya. Ya, sebuah senyum. Iwan, sang teman dekatnya menjadi pendengar setia dari segala ocehan Mahda. Iwan adalah laki-laki yang harus kehilangan belahan jiwanya karena sebuah kecelakaan. Rasa cinta itu masih tetap bersemayam, namun ia tetap bersedia untuk mendengarkan kisah Mahda. "Tapi, Wan, keknya kamu harus segera mencari pengganti dia deh. Kasian dirimu udah terpaksa sendiri karena keadaan." Senyum yang tulus itupun tetap diungkapkan. Namun, tiada yang tahu apa yang Iwan rasakan setelah Mahda mengucapkan kalimat yang tak perlu disampaikan tersebut.

"Kamu tuh kalau ada apa-apa cerita aja. Kalau memang sulit untuk cerita, cari aja sirkel terdekatmu, orang yang setidaknya bisa kamu ajak berbagi." Atun mendapatkan pesan menohok dari Siska. Bagi orang yang berpendapat bahwa teman adalah orang yang dikenal, Siska menilai bahwa Atun memiliki terlalu banyak teman dekat. Seraya makan ramen, Atun memikirkan nasihat teman berbulan-bulan tidak ia temui itu. "Jadi begini, kamu keknya berbakat jadi pembohong ulung ya. Kamu tuh lho.. kalau buat skenario bener-bener sesuai naskah dramamu." Atun tersedak, ketika ia tiba-tiba teringat kalimat yang diucapkan oleh Dinda, 7 tahun yang lalu. "Hah, apakah pembohong andal adalah orang yang bisa memendam masalah hidupnya? Gini amat sih kehidupanku. Dituduh yang enggak-enggak, sendirian salah.. bertemanpun juga salah." Gumam Atun yang membuat ia lupa pesan Siska untuk mencoba percaya dengan orang lain.

"Kamu bener kok, dipatahkan oleh harapan memang rasanya sakit." Ungkap Dita yang kecewa dengan perlakuan teman-temannya. Nanda, yang kebingungan untuk membalas pesan singkat yang sama sekali tidak singkat dari Dita, mengalami gejolak. "Lho kan aku bener banget", "Mungkin itu yang kurasakan, rasain lu", "Mampus", "Sabar yak, hidup memang begitu". Topeng-topeng Nanda saling bersahut-sahutan dalam hati, membuat keadaan menjadi semakin runyam. "Masih ada yang mau disampaikan lagi, Dit?" tegasnya. Sembari berusaha untuk sembuh dari segala trauma yang ia alami, Nanda sedang berjuang untuk bisa mendengarkan dengan baik lagi. "Udah kok makasih ya, kasih aku waktu sendiri dulu." Tutup Dita. Penutupan yang mengerikan layaknya film horor.

"Tut.. tut.. tut...." Detak jantung Hana semakin melemah. Ia sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari. Hana adalah pejalan kaki yang terkena imbas dari kecelakaan dahsyat yang melibatkan bus pariwisata dengan kereta api. "Dok, pasien korban kecelakaan terakhir sudah sangat kritis." Ucap suster seraya mengecek kondisi Hana yang kian melemah. Hana adalah penjual koran dengan asa yang tinggi. Ia mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya yang kekurangan, walaupun ia diusir dari keluarganya sendiri. "Kumpulin aja dulu deh.. ntar kalau udah cukup taruh aja di bawah pintu rumah." Ungkapnya disertai dengan senyum manis dengan lesung pipit yang merekah. Namun, asa itu sepertinya akan sirna. Bahkan dalam keadaan sekarat pun, Hana tidak ditemani oleh keluarganya. "Tuuuuuuuuuuut." Indikator pada alat deteksi jantung sudah membentuk garis datar. Hana meregang nyawa dengan asa yang ia pelihara

Sementara itu, di planet yang lain.

Asa menangis tersedu-sedu. "Apakah aku layak untuk dilahirkan dan dipelihara oleh manusia? Lihatlah, mereka menderita karena aku memberikan secercah jalan untuk berharap. Bahkan mereka bergantung denganku untuk terus berjuang. Ada juga yang terus tersenyum walaupun hatinya hancur, hanya karena mereka menggendong namaku. Betapa jahatnya aku pada mereka." Bahkan Asa pun menyesal untuk bersemayam di dalam keinginan manusia.. Apakah kalian peduli dengan Asa? Mungkin tidak, mungkin saja Asa tidak benar-benar ada.


Angels Like You

  Mmm, mmm, mmm Flowers in hand, waiting for me Every word in poetry Won't call me by name, only baby The more that you give, the less t...