Desember, bulan yang dikenal orang jawa sebagai "gedhe-gedhening sumber" sejatinya digunakan Melodi untuk merefleksikan diri. Lebih tepatnya, merenungkan ketidakberdayaan perempuan yang menginjak dewasa itu atas rencana ataupun keinginannya yang tidak terlaksana. Apalagi, kondisi global yang penuh dengan peperangan membuat aktivitasnya terbatasi.
Melodi, gadis riang dari sebuah kota bernama Volnova, adalah sesosok gadis yang amat teliti. Jangankan impian ataupun perencanaan jangka panjang, setiap aktivitas yang ia lakukan sehari-hari selalu ditulis dalam buku harian. Yup, sebuah buku dengan corak zebra berhiaskan potongan kertas berbentuk bunga sakura menjadi teman di kala hari sudah hampir berakhir. Tulisannya sangat rapi, bahkan jika dibandingkan dengan font times new roman pada komputer, sulit untuk membedakan antara goresan pena melodi dengan font yang seringkali menjadi font formal dalam sebuah instansi. "Sepertinya ia sangat berbakat menjadi sekretaris perusahaan", mungkin itulah kesan dari buku harian Melodi jika ia dapat bertutur kata.
Melodi termenung menatap lampu kamarnya yang kian redup termakan usia. Hawa dingin malam yang semakin menusuk setelah hujan deras membahasi bumi Volnova sejak pagi tak menggoyahkan fokus Melodi untuk tetap menatap langit-langit kamarnya. " Ah, mengapa 2020 terlalu banyak peperangan sih, harusnya bulan lalu aku bisa melakukan banyak hal yang kurencanakan." Melodi nampak kesal. Ia berulamg kali menggaruk kepalanya sembari mengernyitkan dahi bak orang yang sedang berkeluh kesah. Ia lalu mengingat kejadian di awal tahun 2020.
Bulan Januari harusnya menjadi pembuka yang manis untuk tahun ini. Melodi berkesempatan untuk mengunjungi Konoha, negeri impian yang ingin sekali dikunjungi. Negeri itu adalah surga bagi manusia yang haus akan ilmu, termasuk melodi. Namun sial, perjalanan untuk pergi Konoha hanyalah angan. Perang besar yang dimulai oleh negeri Matoa menyebabkan perang kecil bermunculan di seluruh dunia, termasuk Volnova dan Konoha.
Sembari mengingat kejadian itu, Melodi terus menerus menggerutu. Ia tak sadar bahwa rasa kantuk mulai menyelimutinya. Sampai akhirnya, Melodi terlelap dengan ingatannya yang menyedihkan. Ah, Melodi, nasibmu mewakilkan jutaan remaja yang meratapi nasibnya pada tahun ini.
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar